Dingin & Pragmatis

Kala elit politik terang-terangan memperlihatkan bahwa mereka adalah para pemain yang pragmatis, pendukung fanatik terus saja memuja remah-remah idealisme yang tersisa di para junjungan. Bahkan para pendengung politik yang seharusnya lebih profesional, masih terjebak dalam dikotomi kami vs kalian di media massa dan media sosial. Dengan hiruk pikuk yang disebabkan oleh terobrak-abriknya identitas politik para kandidat, seharusnya kita semua sudah dapat melihat di luar lingkup identitas ideologi, apakah ideologi dunia ataupun ilahiah. Seharusnya kita mulai melihat para kandidat lebih kepada program-program yang mereka tawarkan, bukan sekadar identitas yang berhasil (atau gagal) mereka tampilkan. Sudah saatnya pemilih di Indonesia untuk lebih cermat dan logis.

Keputusan Presiden menjabat untuk menggaet salah satu punggawa nilai-nilai konservatif dan fundamentalisme jelas membuat gerah banyak pendukungnya yang beraliran liberal. Mereka yang rata-rata lantang di media sosial mengecam konservativisme di tatanan sosial masyarakat Indonesia terutama di perkotaan, tanpa malu-malu menelan ludah sendiri. Sementara itu kandidat yang satu lagi di Pemilu Presiden juga tidak malu-malu menunjukkan bahwa ia dekat dengan nilai-nilai Barat. Apalagi pasangan yang ia pilih juga dibesarkan di lingkungan plural dan ter-Westernisasi. Ini sedikit banyak membuat gerah,–kalau tidak bisa dibilang membingungkan–, sebagian pendukung lamanya.

New_statue_of_Goddess_of_Democracy_at_York_University

Sumber: Wikipedia

Dengan kondisi para calon yang mengesampingkan identitas dan nilai-nilai yang selama ini melekat pada diri mereka demi memperoleh kemenangan, sudah seharusnya para pemilih juga melucuti identitas dan nilai-nilai yang mereka proyeksikan pada sang jagoan. Tidak perlu lagi kita mendukung para calon karena menganggap mereka mewakili puritanisme vs pluralisme, atau liberalisme vs konservatisme, atau religius vs sekuler. Kondisi sekarang memperlihatkan bahwa dukungan atas dasar-dasar seperti itu dangkal dan kekanak-kanakan. Sudah saatnya kita melihat mereka sebagai kelompok elit yang bertarung demi kemenangan pribadi dan lingkaran terdekat. Bukan untuk kalian pendukung fanatiknya yang selama empat tahun terakhir riuh rendah di media massa berusaha membuktikan siapa yang lebih benar.

Jalani saja perhelatan demokrasi ini dengan santai. Mulailah mencari tahu program-program para kandidat, bukan siapa anaknya. Cari tahu rekam jejak mereka selama berkarir, bukan etika mereka di meja makan. Nilailah kinerja dan potensi yang mereka miliki, bukan selera musiknya. Mulailah bersikap dingin dan pragmatis dalam menilai perdebatan politik. Karena hasil akhir lebih penting daripada cara memperolehnya.

One thought on “Dingin & Pragmatis

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.